Kabupaten Magetan Pada Zaman Jepang

Pecahnya perang Asia Timur Raya (Perang Dunia ke-II) ditandai oleh penyerbuan Jepang terhadap pusat pertahanan Amerika Serikat di Pearl Harbour tanggal 8 Desember 1941. Maka cita-cita Jepang (Hokko I Chiu) untuk menguasai Asia Tenggara segera dilaksanakan, termasuk negara kita Indonesia. Pada tanggal 11 Januari 1942 mendaratlah tentara Jepang di Tarakan (Kalimantan) kemudian disusul pendaratan terhadap pulau Jawa pada tanggal 28 Pebruari 1942 di tiga tempat, yaitu Banten, Indramayu dan Rembang. Kemudian segera dilaksanakan pemerintahan Jepang di Indonesia setelah tentara Belanda menyerah tanpa sarat di Kalijati pada tanggal 9 Maret 1942.
Pada hari Selasa Kliwon tanggal 2 Pebruari 1942 jam 11.00, 27 buah pesawat terbang Jepang menjatuhkan bom-bom di lapangan udara Maospati, yang menyebabkan hancurnya lapangan udara tersebut dan korban manusia berjatuhan. Walaupun pemerintahan pendudukan Jepang berjalan dalam waktu relatif singkat yaitu kurang lebih 3,5 tahun saja, ternyata sangat dirasakan sebagai suatu beban penderitaan yang sangat berat. Pada masa pendudukan Jepang, Kabupaten magetan memiliki catatan tersendiri yang hingga kini masih menggores di dalam ingatan masyarakat. Perampasan kekayaan penduduk yang berupa perhiasan, disusul dengan perintah menyerahkan semua senjata milik penduduk dibawah ancaman kekerasan. Pemerintah Jepang melaksanakan pengumpulan padi dengan cara ranjen (penjatahan) setiap hektar tanah milik rakyat dikenakan dua kuintal gabah yang kemudian ditukar dengan kain blaco dan kain kasar lainnya. Para pemuda dan orang yang masih kuat diwajibkan masuk Kaibodan, Sainendan dan Heiho, kalau perlu bisa dikerahkan maju ke medan pertempuran melawan sekutu. Setiap desa diminta mengirimkan 5 sampai 15 orang untuk diperkejakan rodi. Dan dari Magetan banyak yang diberangkatkan ke Burma sebagai romusha.
Kehidupan rakyat menjadi semakin sengsara. Para tawanan yang berkebangsaan Belanda semua dikumpulkan di gedung argopeni dan girimoyo desa Plaosan. Adapun para tawanan yang berkebangsaan Jerman dikumpulkan di hotel Bergzicht Sarangan. Para kepala desa se karesidenan Madiun segera diharuskan mengikuti kursus untuk di didik dalam bahasa Jepang, tata cara pertanian, kesehatan, olah raga, baris berbaris dan menulis. Di bidang pemerintahan, Jepang melanjutkan sebagian besar struktur pemerintahan Belanda dan nama-nama pimpinannya diganti nama Jepang. Pada waktu pemerintahan Jepang, Bupati yang menjabat adalah Raden Mas Tumenggung Suryo. Selanjutnya pada hampir surutnya kekuasaan Jepang, Bupati Magetan dijabat oleh Dokter Sajidiman. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa sarat kepada sekutu. Pemuda Magetan yang pernah mendapatkan pendidikan dalan seinendan, keibodan, heiho dan Peta, semua mengorganisir diri dalam kesatuan Barisan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjelma menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), bangkit melawan dan melakukan pelucutan senjata tentara Jepang terutama setelah diplokamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.