Waka Polda Minta Kepala Daerah Ikut Redam Konflik Silat
Wakil Kepala Polda jatim, Brigjen Eddi Sumantri, meminta agar seluruh kepala daerah yang berada di seputaran Madiun untuk ikut meredam konfil antar dua perguruan silat yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
"Selama ini jika ada kegiatan yang dilakukan oleh dua perguruan ini kan selalu diwarnai dengan keributan. Jadi kami meminta agar kepala daerah ikut meredam agar konflik antar kedua belah pihak bisa diredam," ucapnya usai rakor dengan 11 kepala daerah, di Bakorwil Madiun, Kamis (8/12/2011).
11 Kepala daerah yang datang mengikuti rapat kordinasi (rakor) tersebut berasal dari Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Kabupaten Blitar, dan Kota Blitar.
Eddi mengatakan, acara "Suran Agung" yang dilaksanakan oleh PSH Tunas Muda Winongo sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Namun selesai acara tersebut justru mengundang banyak kerawananan. Baik rawan keributan maupun rawan tindak kriminal. "Acaranya sendiri baik, tapi setelah acara itu yang rawan. Karena dari laporan terakhir nanti akan berkumpul sebanyak 25.000 orang dari berbagai daerah yang ada di sekitar Madiun. Dan mereka semua selalu berkonfoi dengan mengunakan kendaraan roda dua," ucapnya.
Bupati Magetan Sumantri, menambahkan, bahwa cara paling efektif adalah melalui pendekatan ke tokoh-tokoh perguruan silat serta membuat nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU). Karena tokoh-tokoh tersebut diharapkan bisa mengendalikan massa. "Sejak adanya MoU, dalam lima tahun terakhir relatif aman-aman saja, tapi memang masih ada konflik-konflik kecil. Seperti yang ada di Magetan mereka (rombongan) tidak membuat masalah namun justru mereka yang dilempari batu saat perjalanan pulang," jelasnya.
Sumantri menilai konflik yang terjadi antar anggota dari dua perguruan silat itu akibat faktor sejarah. Persaudaraan Setia Hati (PSH) Terate dan PSH Winongo Tunas Muda awalnya dalam satu perguruan yakni PSH yang kemudian pecah menjadi dua perguruan pada tahun 1940-an.
Sumber : Beritajatim.com
"Selama ini jika ada kegiatan yang dilakukan oleh dua perguruan ini kan selalu diwarnai dengan keributan. Jadi kami meminta agar kepala daerah ikut meredam agar konflik antar kedua belah pihak bisa diredam," ucapnya usai rakor dengan 11 kepala daerah, di Bakorwil Madiun, Kamis (8/12/2011).
11 Kepala daerah yang datang mengikuti rapat kordinasi (rakor) tersebut berasal dari Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Kabupaten Blitar, dan Kota Blitar.
Eddi mengatakan, acara "Suran Agung" yang dilaksanakan oleh PSH Tunas Muda Winongo sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Namun selesai acara tersebut justru mengundang banyak kerawananan. Baik rawan keributan maupun rawan tindak kriminal. "Acaranya sendiri baik, tapi setelah acara itu yang rawan. Karena dari laporan terakhir nanti akan berkumpul sebanyak 25.000 orang dari berbagai daerah yang ada di sekitar Madiun. Dan mereka semua selalu berkonfoi dengan mengunakan kendaraan roda dua," ucapnya.
Bupati Magetan Sumantri, menambahkan, bahwa cara paling efektif adalah melalui pendekatan ke tokoh-tokoh perguruan silat serta membuat nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU). Karena tokoh-tokoh tersebut diharapkan bisa mengendalikan massa. "Sejak adanya MoU, dalam lima tahun terakhir relatif aman-aman saja, tapi memang masih ada konflik-konflik kecil. Seperti yang ada di Magetan mereka (rombongan) tidak membuat masalah namun justru mereka yang dilempari batu saat perjalanan pulang," jelasnya.
Sumantri menilai konflik yang terjadi antar anggota dari dua perguruan silat itu akibat faktor sejarah. Persaudaraan Setia Hati (PSH) Terate dan PSH Winongo Tunas Muda awalnya dalam satu perguruan yakni PSH yang kemudian pecah menjadi dua perguruan pada tahun 1940-an.
Sumber : Beritajatim.com
Tidak ada komentar