Wajah Pertanian Magetan

Berdasarkan data 2006-2010 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata sebesar 31,22 % disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran 25,17 % dan sektor jasa-jasa 20,39 %. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sepertiga roda perekonomian di Magetan ditopang oleh sektor pertanian. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Magetan sebesar 693.346 orang. Berdasarkan sektor lapangan kerja pertanian menempati peringkat pertama sebagai penyumbang tenaga kerja terbanyak yaitu 283.653 (63,52 %). Hal ini mengindikasikan bahwa hampir dua pertiga pekerja yang ada di Magetan bergantung pada sektor pertanian.

Terdapat 8 permasalahan pokok sebagai kendala dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani di Magetan yaitu : ketersediaan benih unggul, ketersediaan pupuk yang memadai, ketersediaan air, rusaknya jaringan irigasi, minimnya alat mekanisasi pertanian, jatuhnya harga gabah saat panen, lemahnya permodalan kelompok tani, dan sempitnya kepemilikan lahan.

Dari 9 komoditi pertanian di Magetan, Padi mempunyai luas panen paling besar yaitu 42.475 Ha, disusul Jagung 12.548 Ha, dan Kacang Tanah 4.782 Ha. Bila memakai asumsi 1 hektar dibutuhkan benih Padi sebanyak 25 kg, maka total kebutuhan benih Padi dalam setahun 1.061.875 kg. Bila harga benih Padi unggul bersertifikat di pasaran rata-rata harganya Rp 7.000,- per kilogram, maka dalam setahun biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan benih sebesar Rp 7.433.125.000,- Pada saat ini 50 % petani Magetan sudah menggunakan benih Padi unggul bersertifikat. Disamping itu Pemerintah Daerah memaksimalkan fungsi UPTD sebagai penghasil benih bermutu dan bersertifikat yang harganya dapat dijangkau oleh petani. Dalam setahun dapat dihasilkan benih Padi bersertifikat sebanyak 30,825 ton dengan harga Rp 6.000,- per kilogramnya. Disamping itu mulai tahun 2009-2011 Dinas Pertanian telah memfasilitasi 6 kelompok tani agar mampu memproduksi benih unggul sendiri.

Berdasarkan luas panen Padi sebesar 42.475 Ha, maka setiap tahunnya petani di Magetan membutuhkan pupuk Urea sebanyak 16.990.000 kg, SP 36 sebesar 4.247.500 kg, NPK 8.495.000 kg, ZA 4.247.500 kg, dan pupuk organik 16.990.000 kg. Bila harga pupuk Urea bersubsidi di pasaran Rp 1.800,- per kilogram, pupuk SP 36 bersubsidi Rp 2.000,- per kilogram, pupuk NPK bersubsidi Rp 2.300,- per kilogram, pupuk ZA bersubsidi Rp 1.400,- per kilogram, dan pupuk organik Rp 500,- per kilogram, maka total dalam setahun biaya untuk kebutuhan pupuk yang dikeluarkan oleh petani di Magetan sebesar Rp 73.057.000.000,- Kebutuhan pupuk sebanyak itu dilayani dengan baik oleh 6 distributor pupuk dan 130 kios yang tersebar merata di wilayah Magetan dan mudah dijangkau oleh petani. Namun di lapangan penggunaan pupuk organik dan pupuk berimbang masih belum optimal. Petugas penyuluh lapangan terus mendorong para petani agar menerapkan pemupukan yang berimbang agar menghasilkan produksi dan panenan yang bagus.

Berdasarkan data tahun 2010 luas lahan sawah di Magetan menurut jenis pengairan teknis seluas 25.369 Ha (90,92 %), setengah teknis 1.415 Ha (3,44 %), desa/non-PU seluas 175 Ha, sederhana 351 Ha (1,76 %), dan tadah hujan 987 Ha (3,88 %). Pada saat musim penghujan aliran air sungai-sungai berlimpah namun hanya berlangsung dalam waktu yang relatif pendek sehingga daya gunanya kecil. Sedangkan pada musim kemarau aliran sungai-sungai itu sangat kecil dan bahkan kering. Untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, maka di wilayah tengah dan bawah Magetan telah dibangun pompa sumur dalam sebanyak 20 unit yang mampu mengairi lahan seluas 400 Ha. Disamping itu secara swadaya oleh petani dibuat pompa sumur dangkal sebanyak 84 unit tersebar di Kecamatan Karas, Karangrejo, Maospati, Barat dan Kartoharjo, Takeran, dan Nguntoronadi yang mampu mengairi sawah seluas 160 Ha di musim kemarau. Di Plaosan banyak kelompok tani yang menerapkan irigasi sprinkler pada lahan usaha taninya. Bila nantinya Waduk Gonggang selesai dibangun dan beroperasi, maka diharapkan mampu mengairi lahan usaha tani seluas 2.500 Ha.

Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Air irigasi harus diberikan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat, sebab jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang akhirnya mempengaruhi produksi pertanian. Diperkirakan 30 % jaringan irigasi di Kabupaten Magetan mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi secara optimal. Dalam kurun 2008-2011 secara bertahap telah dilakukan rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) dan Jaringan Irigasi Desa (JIDes) yang mampu mengairi lahan sawah seluas 6.660 Ha. JITUT dan JIDes tersebut tersebar di 100 desa dan 18 kecamatan. Kegiatan rehabilitasi JITUT tersebut meliputi perbaikan saluran tersier dan kwarter serta bangunan bagi kwarter dan lainnya seperti siphon, talang, bangunan terjun. Kegiatan rehabilitasi JIDes meliputi perbaikan bangunan penangkap air, box bagi, siphon, talang, bangunan terjun, dan gorong-gorong. Diharapkan pada tahun 2014 mendatang seluruh JITUT dan JIDes dapat berfungsi dengan baik.

Minimnya alat mekanisasi pertanian menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani di Magetan. Mekanisasi pertanian bukan saja sekedar berperan sebagai tambahan tenaga kerja tetapi juga berperan dalam mempercepat penyelesaian usaha tani tepat waktu, meningkatkan intensitas tanam dan efisiensi dalam penggunaan faktor produksi sehingga dapat meningkatkan Intensitas Pertanaman, meningkatkan produksi dan produktivitas, memberikan nilai tambah serta meningkatkan kesejahteraan petani. Antara tahun 2008-2011 telah diberikan bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan) yaitu 59 unit Traktor Tangan dan 42 unit perontok Padi. Peralatan tersebut diterimakan kepada 57 kelompok tani yang tersebar di 18 Kecamatan. Sampai dengan tahun 2013 masih dibutuhkan lagi bantuan Alsintan sebanyak 35 unit meliputi 25 traktor tangan, dan 10 perontok padi.

Selama tahun 2011 Kabupaten Magetan telah memproduksi Padi sebanyak 279.070 ton, Jagung 83.336 ton, Kedelai 2.842 ton, Kacang Tanah 9.770 ton, Ubi Kayu 110.552 ton, dan Ubi Jalar 56.294 ton. Magetan merupakan salah satu lumbung pangan di Jawa Timur sehingga setiap tahun dapat dipastikan terjadi surplus Beras sampai puluhan ribu ton. Beras tersebut banyak dikirim oleh pedagang ke luar Magetan sampai ke luar pulau seperti Madura, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Ketika musim panen raya tentu saja harga Gabah cenderung turun. Sebagian petani melepaskan gabahnya kepada pedagang baik untuk modal kerja musim tanam berikutnya, keperluan sehari-hari dan menutup biaya hutang bila sebelumnya mempunyai tanggungan kredit. Dalam rangka ikut berusaha menstabilkan harga Gabah ini, Pemerintah Kabupaten Magetan selama tahun 2008-2011 telah mengucurkan bantuan kredit lunak kepada Lembaga Pembeli Gabah (LPG) sebesar Rp 11.825.000.000,- dari Dana APBD II, APBD I. Disamping itu memfasilitasi Lembaga Pembeli Gabah bekerja sama dengan Bulog dalam pengadaan Gabah. Sebanyak 22 LPG ikut memasok kebutuhan gabah kepada Bulog.

Lemahnya permodalan (sebagian) petani menjadi kendala yang banyak dijumpai di lapangan termasuk di Kabupaten Magetan. Petani membutuhkan modal kerja untuk membeli benih unggul bersertifikat, pupuk, obat-obatan pengendali organisme pengganggu tanaman, upah tenaga kerja dari luar keluarga untuk pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, panen dan ongkos angkut hasil panenan. Berdasarkan hasil analisis usaha tani rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk usaha tani Padi dalam satu kali musim tanam di Kabupaten Magetan sebesar Rp 19.060.000,- per hektar. Untuk membantu meringankan beban petani akan kebutuhan modal, Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten telah meluncurkan beberapa program pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dimana masing-masing Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menerima bantuan sebesar Rp 100 juta. Disamping itu terdapat Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Ekonomi Kerakyatan (KEK) dan sebagainya. Selama kurun 2008-2011 telah dikucurkan dana sebesar Rp 18.100.000.000,- untuk membantu permodalan petani di Magetan.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan para petani adalah sempitnya kepemilikan lahan yang dimiliki oleh mereka. Secara nasional, petani dengan lahan garapan di bawah 0,5 ha (petani gurem) meningkat dari 10,8 juta Rumah Tangga Tani pada 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada 2003, dengan rata-rata peningkatan jumlah petani gurem sekitar 2,4% per tahun (binadesa.or.id | Mengapa Bertani Alami?). Kepemilikan lahan sempit tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mendasar mereka. Dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, kebutuhan hidup petani yang bisa dipenuhi dari usaha pertanian mereka maksimal 54 persen (gerbangpertanian.com | Petani Indonesia Masih Miskin | Maspary | Jumat, 1 Juli 2011). Banyak petani yang juga bekerja sebagai buruh tani, bekerja serabutan, memelihara ternak dan ikan, dan sebagainya. Untuk mengurangi beban hidup petani dengan lahan sempit ini, diluncurkan berbagai program dan kegiatan lintas sektor seperti bantuan sarana produksi, pinjaman modal dengan bunga sangat lunak, bantuan ternak, beras murah, pelayanan kesehatan gratis, padat karya, dan pelatihan bagi petani untuk teknologi pertanian baru.

Sumber : herdoniwahyono.com
Diberdayakan oleh Blogger.