Warga Suriname Kuliah ke UGM Demi Asal-usul
Meski terpisah ribuan kilometer, jumlah warga Suriname yang berkuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, terhitung lumayan. Duta Besar (Dubes) Suriname untuk Indonesia, Mrs. Angelic Alihuzain del Castilho, mengaku telah puluhan warga Suriname lulus dari universitas negeri tertua di Indonesia itu.
Saat ini, tercatat dua warga Suriname sedang menempuh pendidikan di UGM. Salah satunya Marciano Dasai (30 tahun), yang mengambil kuliah strata 2 Teknik Arsitektur.
Seperti dilansir laman resmi UGM, Dasai tertarik berkuliah di UGM karena didorong keinginan kuat dirinya untuk mengetahui asal-usal nenek moyangnya yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah, dan Magetan, Jawa Timur. Begitu berkuliah di Yogya, Dasai pun mendatangi Magelang.
"Ketemu orang yang mengerti sejarah berdirinya kampung," ujar Dasai. Namun sayang, "Ternyata keluarga saya sudah tidak ada lagi karena Kromoprawiro, keluarga nenek moyang saya hanya mempunyai satu anak, itu pun dibawa ke Suriname,” kata Dasai yang ditemui di sela-sela Festival Pendidikan dan Budaya Internasional itu. Namun Dasai sudah puas karena bisa melihat dan membayangkan kehidupan leluhurnya.
Dasai memiliki darah Jawa dari ibunya, Sukartinem Jatiwongso. Ayahnya, Dalisa, berasal dari India. Ibunya memiliki darah Magelang dan Magetan.
Apa yang dilakukan Dasai ini menggambarkan keinginan dan ketertarikan mereka yang merupakan keturunan Indonesia di Suriname untuk mengetahui dan melihat langsung daerah nenek moyangnya yang berasal dari Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa di Suriname, kata Dasai, bekerja di perkebunan dan pertambangan.
Selain itu, ada juga mereka yang menjadi dosen dan birokrat. Untuk komunikasi, mereka menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi. “Kecuali di rumah, mereka menggunakan bahasa Jawa,” tutur anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Ke depan, Duta Besar Suriname untuk Indonesia berharap lebih banyak lagi warga Suriname berkuliah ke UGM. Sebaliknya, Suriname juga membuka kesempatan bagi mahasiswa UGM belajar ke Suriname.
Menurut Angelic, Suriname merupakan negara yang multikultur karena terdiri atas berbagai warga negara, termasuk di antaranya Indonesia yang mayoritas berasal dari Jawa. “Di sana nasi goreng masih ada, serta masakan China dan India,” ujarnya.
Diakui Angelic, hingga kini baru sekitar puluhan orang asal Suriname yang lulus dari UGM. Ia berharap ke depan dapat lebih dari seratus orang Suriname yang diluluskan UGM.
Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., yang membuka secara resmi Festival Pendidikan dan Budaya Internasional mengatakan kegiatan ini diikuti oleh 12 kedutaan besar dan 16 institusi pendidikan dari berbagai negara. Dikatakan Djoko Moerdiyanto, festival internasional ini sekaligus untuk memeriahkan perayaan Dies Natalis ke-60 UGM. Festival akan diadakan pada 8-16 Oktober 2009 di halaman dan gedung Grha Sabha Pramana.
Dari kegiatan ini, masyarakat dapat melihat dan mengetahui informasi terkini tentang pendidikan dan budaya berbagai negara. Di samping itu, pengunjung juga bisa menikmati berbagai atraksi budaya, pertunjukan film, dan aneka hidangan kuliner dari mahasiswa asing yang menuntut ilmu di UGM. “Kami berharap semua aktivitas ini dapat menyatukan semua peserta yang telah berpartisipasi dan merasakan sebagai keluarga besar UGM,” ujar Djoko Moerdiyanto.
Sumber : Vivanews.com
Saat ini, tercatat dua warga Suriname sedang menempuh pendidikan di UGM. Salah satunya Marciano Dasai (30 tahun), yang mengambil kuliah strata 2 Teknik Arsitektur.
Seperti dilansir laman resmi UGM, Dasai tertarik berkuliah di UGM karena didorong keinginan kuat dirinya untuk mengetahui asal-usal nenek moyangnya yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah, dan Magetan, Jawa Timur. Begitu berkuliah di Yogya, Dasai pun mendatangi Magelang.
"Ketemu orang yang mengerti sejarah berdirinya kampung," ujar Dasai. Namun sayang, "Ternyata keluarga saya sudah tidak ada lagi karena Kromoprawiro, keluarga nenek moyang saya hanya mempunyai satu anak, itu pun dibawa ke Suriname,” kata Dasai yang ditemui di sela-sela Festival Pendidikan dan Budaya Internasional itu. Namun Dasai sudah puas karena bisa melihat dan membayangkan kehidupan leluhurnya.
Dasai memiliki darah Jawa dari ibunya, Sukartinem Jatiwongso. Ayahnya, Dalisa, berasal dari India. Ibunya memiliki darah Magelang dan Magetan.
Apa yang dilakukan Dasai ini menggambarkan keinginan dan ketertarikan mereka yang merupakan keturunan Indonesia di Suriname untuk mengetahui dan melihat langsung daerah nenek moyangnya yang berasal dari Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa di Suriname, kata Dasai, bekerja di perkebunan dan pertambangan.
Selain itu, ada juga mereka yang menjadi dosen dan birokrat. Untuk komunikasi, mereka menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi. “Kecuali di rumah, mereka menggunakan bahasa Jawa,” tutur anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Ke depan, Duta Besar Suriname untuk Indonesia berharap lebih banyak lagi warga Suriname berkuliah ke UGM. Sebaliknya, Suriname juga membuka kesempatan bagi mahasiswa UGM belajar ke Suriname.
Menurut Angelic, Suriname merupakan negara yang multikultur karena terdiri atas berbagai warga negara, termasuk di antaranya Indonesia yang mayoritas berasal dari Jawa. “Di sana nasi goreng masih ada, serta masakan China dan India,” ujarnya.
Diakui Angelic, hingga kini baru sekitar puluhan orang asal Suriname yang lulus dari UGM. Ia berharap ke depan dapat lebih dari seratus orang Suriname yang diluluskan UGM.
Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., yang membuka secara resmi Festival Pendidikan dan Budaya Internasional mengatakan kegiatan ini diikuti oleh 12 kedutaan besar dan 16 institusi pendidikan dari berbagai negara. Dikatakan Djoko Moerdiyanto, festival internasional ini sekaligus untuk memeriahkan perayaan Dies Natalis ke-60 UGM. Festival akan diadakan pada 8-16 Oktober 2009 di halaman dan gedung Grha Sabha Pramana.
Dari kegiatan ini, masyarakat dapat melihat dan mengetahui informasi terkini tentang pendidikan dan budaya berbagai negara. Di samping itu, pengunjung juga bisa menikmati berbagai atraksi budaya, pertunjukan film, dan aneka hidangan kuliner dari mahasiswa asing yang menuntut ilmu di UGM. “Kami berharap semua aktivitas ini dapat menyatukan semua peserta yang telah berpartisipasi dan merasakan sebagai keluarga besar UGM,” ujar Djoko Moerdiyanto.
Sumber : Vivanews.com
Tidak ada komentar