Curah Hujan Tinggi, Pengrajin Kulit Kelimpungan
MAGETAN-CURAH hujan yang tinggi belakangan ini membuat perajin kulit di Magetan kelimpungan.Mereka tak bisa memenuhi permintaan akibat cuaca yang tidak bersahabat itu.Hal tersebut berdampak langsung pada penurunan produksi hingga 40 persen.'Pengolahan kulit kan ada beberapa tahapan yang membutuhkan pencahayaan matahari cukup,'ujar HM Suwandi,salah seorang perajin,kemarin (4/1).
Suwandi lantas menjelaskan tahapan pengolahan kulit sapi yang umumnya didatangkan dari luar kota.Setelah dibuang bulunya dan dipisahkan antara yang bisa jadi kalep dan rambak,lantas diasamkan selama sehari.
Setelah itu,masuk tahapan saming(pemerasan).Tahapan inilah,kata dia,yang paling menyita waktu.Pasalnya, di Magetan hanya ada satu alat pemeras kelembaban. Padahal,dalam sehari yang menggunakan rata-rata 33 perajin kulit.Dengan kata lain,tiap satu pengusaha hanya mampu menggunakan maksimal 30 persen bahan produksinya dari jasa alat tersebut.Sisanya,proses manual dengan cahaya matahari.
Selain itu,lanjut Suwandi,pemanfaatan sinar matahari juga dilakukan saat tahapan crusting atau pengeringan hampa.Menurutnya,tahap ini bisa disiasati dengan menggunakan aluminium dan jasa panas kompor.Tetapi, dijemur di bawah terik matahari merupakan langkah paling murah dibanding menggunakan energi kompor.
Tahapan terakhir adalah saat finishing atau usai divernis juga memanfaatkan sinar matahari.'Kalau cahayanya tidak bisa terik lama,warnanya bisa berubah jadi doff.Makanya,kondisi cuaca seperti ini sangat besar dampaknya bagi kami,'keluhnya.
Menurut dia,dalam kondisi normal,perajin yang ada di lingkungan industri penyamaan kulit(LIK)Magetan,bisa memroduksi sekitar 10 ton perhari.Namun,saat musim hujan seperti sekarang,tingkat produksi jauh di bawah itu.
'Permintaan biasanya datang dari Jatim sendiri, Jateng,hingga Jabar dan Jakarta.Tapi gimana lagi, sejak kondisi cuacanya seperti ini,kami tak bisa berbuat banyak.Apalagi,kami hanya punya satu alat pengering modern.Mungkin sudah saatnya alat itu ditambah karena fungsinya cukup vital,'harapnya. (wka/isd)
Sumber : radarmadiun.co.id
Sumber Ilustrasi Foto : google.com
Suwandi lantas menjelaskan tahapan pengolahan kulit sapi yang umumnya didatangkan dari luar kota.Setelah dibuang bulunya dan dipisahkan antara yang bisa jadi kalep dan rambak,lantas diasamkan selama sehari.
Setelah itu,masuk tahapan saming(pemerasan).Tahapan inilah,kata dia,yang paling menyita waktu.Pasalnya, di Magetan hanya ada satu alat pemeras kelembaban. Padahal,dalam sehari yang menggunakan rata-rata 33 perajin kulit.Dengan kata lain,tiap satu pengusaha hanya mampu menggunakan maksimal 30 persen bahan produksinya dari jasa alat tersebut.Sisanya,proses manual dengan cahaya matahari.
Selain itu,lanjut Suwandi,pemanfaatan sinar matahari juga dilakukan saat tahapan crusting atau pengeringan hampa.Menurutnya,tahap ini bisa disiasati dengan menggunakan aluminium dan jasa panas kompor.Tetapi, dijemur di bawah terik matahari merupakan langkah paling murah dibanding menggunakan energi kompor.
Tahapan terakhir adalah saat finishing atau usai divernis juga memanfaatkan sinar matahari.'Kalau cahayanya tidak bisa terik lama,warnanya bisa berubah jadi doff.Makanya,kondisi cuaca seperti ini sangat besar dampaknya bagi kami,'keluhnya.
Menurut dia,dalam kondisi normal,perajin yang ada di lingkungan industri penyamaan kulit(LIK)Magetan,bisa memroduksi sekitar 10 ton perhari.Namun,saat musim hujan seperti sekarang,tingkat produksi jauh di bawah itu.
'Permintaan biasanya datang dari Jatim sendiri, Jateng,hingga Jabar dan Jakarta.Tapi gimana lagi, sejak kondisi cuacanya seperti ini,kami tak bisa berbuat banyak.Apalagi,kami hanya punya satu alat pengering modern.Mungkin sudah saatnya alat itu ditambah karena fungsinya cukup vital,'harapnya. (wka/isd)
Sumber : radarmadiun.co.id
Sumber Ilustrasi Foto : google.com
Tidak ada komentar