THR Sangu Buruh Ber-idul Fitri
Hak-hak ekonomi kaum buruh dikenal sebagai tunjangan hari raya keagamaan atau THR, diatur dalam Pemen-4/Men/1994, yang secara eksplisit mewajibkan perusahaan untuk membayar THR bagi buruh yang minimal telah bekerja selama 3 bulan. Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, telah mewanti-wanti agar semua pengusaha dan perusahaan memberikan THR bagi buruh sesuai peraturan dan diberikan tepat pada waktunya. THR yang diberikan sesuai dengan masa kerja dan kesepakatan kerja antara pengusaha dan pekerja.
Posko pengaduan THR didirikan di berbagai kantor dinas tenaga kerja dan transmigrasi, untuk menampung aduan tentang keterlambatan, penundaan dan ditiadakannya THR bagi buruh (pekerja). Kalangan LSM juga menegaskan agar THR diberikan sebelum hari raya. THR bagi buruh selama ini sering tidak diberikan oleh perusahaan dengan berbagai alasan terutama alasan kemampuan keuangan perusahaan.alasan krisis ekonomi global dan berimbas pada krisis ekonomi lokal/nasional yang membuat neraca keuangan perusahaan tidak sehat.
Neraca keuangan perusahaan yang tak sehat akibat pungli dan biaya ekonomi tinggi birokrasi, membuat anggaran untuk kesejahteraan buruh menjadi berkurang dan sering ditiadakan. THR sering tidak diberikan dengan alasan tidak ada dana lebih untuk memberikan kesejahteraan bagi pekerja. Kemalasan pengusaha (perusahaan) dalam memberikan THR bagi buruh/pekerja menciptakan bara konflik antara beberapa elemen, di antaranya pengusaha dan pemerintah dalam blok status quo, berhadapan dengan pekerja bersama serikat buruh (pekerja)-nya.
Bara konflik tersebut membuat hubungan harmoni antara pekerja dan pengusaha dan pemerintah menjadi retak. Keretakan hubungan yang akhirnya berimbas pada menurunnya produktivitas kerja para buruh (pekerja). menurunnya produktivitas pekerja berkonsekuensi pada menurunnya dinamika perekonomian nasional. Menurunnya produktivitas ekonomi nasional, membuat posisi hubungan buruh dan pengusaha menjadi semakin tidak harmoni dan terjebak dalam konflik yang permanen. Hal tersebut membuat dunia industri akan mengalami kemunduran dinamika kemajuan dan laba produktifnya.
Rendahnya kesejahteraan buruh termasuk tidak diberikannya hak dasar dan tunjangannya (termasuk THR) membuat hadirnya psikologi resistensi bagi mereka dalam hubungan industrial yang timpang dan tidak berkeadilan. Perjuangan buruh menuntut THR dan tunjangan yang lain adalah keniscayaan untuk membuat buruh memiliki posisi tawar di hadapan kekuasaan modal dan kekuasaan politik.
Menjadi babak lanjutan perlawanan buruh terhadap kebijakan industrial yang tidak adil. Perlawanan buruh terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan yang tidak memberikan keadilan bagi buruh. Hal tersebut yang akan membuat kondisi buruh atau pekerja tidak akan sejahtera. THR bagi kaum buruh (pekerja) harus diberikan sekarang juga, sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial negara dan pengusaha akan kehidupan kaum buruh yang belum sejahtera dan masih timpang. Untuk memberikan THR bagi buruh, maka perlu desakan kuat dari berbagai kalangan agar pengusaha/perusahaan serius memenuhi kewajibannya. Di Surabaya misalnya banyak buruh (pekerja) yang bekerja di sektor industri rumahan dan sektor usaha mikro, dan mereka kebanyakan upah mereka masih di bawah standar kebutuhan hidup layak. Upah bahkan masih banyak yang diberikan di bawah
Tidak ada komentar