Jahe Impor China Tak Laku di Pasar Solo

Sempat diburu konsumen lantaran harganya sangat murah dan bentuknya besar, kini jahe impor dari China tidak laku. Padahal, saat ini distributor maupun pedagang eceran sudah menurunkan harga jahe tersebut hingga separuh.

"Sebulan lalu ketika baru saja datang, banyak pedagang datang kulakan jahe China karena penasaran. Padahal harga kulakannya delapan ribu rupiah per kilogram. Sekarang dijual dengan harga Rp 4.000 saja," kata Sutrayati, salah seorang distributor jahe di Pasar Legi, ketika ditemui di kiosnya, Jumat (4/11).

Meski harganya mahal dan bentuknya kecil-kecil, jahe lokal masih tetap diburu. Sebagian besar pembelinya adalah warung hik atau wedangan. Belakangan ini, menurut sejumlah pedagang, permintaan jahe lokal terus meningkat di Solo dan sekitarnya.

Pasalnya, banyak orang yang buka wedangan atau warung hik. Sementara, warung hik yang sudah ada omsetnya banyak peningkatan, khususnya untuk permintaan wedang jahe.

Ada dua jenis jahe lokal yang dijual di sejumlah pasar tradisional, yakni jahe jumprit yang ukurannya kecil-kecil dan jahe rempang yang ukurannya sedikit lebih besar. Di Pasar Legi Solo, jahe-jahe tersebut dipasok petani dari wilayah sekitar, seperti Karanganyar, Wonogiri, Magetan, dan Ngawi. Menurut sejumlah pedagang, jahe lokal lebih pedas, lebih harum, dan lebih merasa.

"Pembeli atau pemilik wedangan lebih memilih jahe jumprit yang bentuknya kecil-kecil. Mereka tidak mau diberi jahe rempang, apalagi jahe gajah (sebutan untuk jahe impor-red). Jahe gajah tidak ada rasanya, ora pedes," kata Suharti.

Saat ini harga eceran jahe jumprit senilai Rp 27.000 hingga Rp 30.000. Harga itu lebih baik ketimbang sebulan sebelumnya yang mencapai Rp 35.000 hingga Rp 40.000. Sementara, untuk jahe rempang harganya lebih rendah, yakni antara Rp 23.000 hingga Rp 25.000 per kg.

Diberdayakan oleh Blogger.