Pemkab Terkesan Tutup Mata
PANEKAN – Polemik limbah kulit yang dibuang ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Magetan seolah seperti benang kusut. Di
satu sisi, keberadaan limbah tersebut terus menjadi ancaman bagi
masyarakat karena mengandung unsur bahan berbahaya dan beracun (B3), di
sisi lain, pemerintah seolah tak tanggap akan permasalahan B3 dari
limbah tersebut.
Bahkan, sebelumnya LSM Magetan Center sempat melakukan pemantauan dan
berkesimpulan jika keberadaan limbah B3 di TPA itu murni pelanggaran
pidana. Pasalnya, limbah B3 diketahui merupakan sisa usaha yang
mengandung bahan berbahaya atau beracun. Serta dapat mencemarkan dan
merusak lingkungan hidup, termasuk kelangsungan hidup manusia dan
sekitarnya. “Aturannya tegas jika sampah biasa itu tidak bisa dicampur
dengan limbah berbahaya. Meski itu dipisahkan, tapi tetap berada dalam
lokasi. Keadaan ini, menandakan lemahnya proses pengolahan limbah dari
kegiatan penyamakan kulit,” geram Beni Ardy, direktur pelaksana LSM
Magetan Center, kemarin (4/1).
Menurutnya, berangkat dari ketentuan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pihaknya mengaku jika
unsur pelanggaran pidana sudah masuk dan bisa dijeratkan kepada pelaku
pembuangan limbah kulit tersebut. “Kami sudah mengantongi sedikitnya
tujuh pengusaha. Seluruhnya itu pengusaha dari total 35 orang pengusaha
penyamakan kulit,” tegas Beni. “Kami akan segera melaporkan mereka
dengan tembusan kepada Kapolri dan Kapolda Jatim,” imbuhnya.
Di sisi lain, pihak legislatif mengaku berupaya mencari solusi bagi
limbah atas produksi kulit yang merupakan ikon Magetan ini. “Tapi dari
eksekutif sepertinya tidak ada solusi apa pun. Bahkan sering kali
menyalahkan pengusaha di LIK,” kata Sugeng Wahyono, anggota Komisi D
DPRD Magetan, kemarin.
Sebenarnya, lanjut dia, harus ada solusi konkret yang bisa dilakukan.
Apalagi keberadaan limbah tersebut dinilai fatal. “Informasi yang saya
dapat, adipura gagal didapat Magetan juga lantaran limbah itu yang
nilainya minim,” kata pria yang akrab disapa Wahyu ini.
wahyu lantas menunjukkan satu upaya yang diklaim sempat
dikomunikasikan dengan badan lingkungan hidup setempat. Yakni mengatasi
limbah kulit di TPA menggukan teknologi incineration atau
sistem mengubah limbah pada kasat mata menjadi bentuk gas. “Teknologi
ini mengurangi volume 90 persen dan berat 75 persen,” terangnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menegaskan jika incineration
tersebut dilakukan melalui pembakaran dengan kondisi terkendali.
Sehingga limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa
sederhana.Kelebihannya, lanjut dia, sebagian besar komponen B3, dapat
dihancurkan dan limbah dapat berkurang cepat serta tak memakan lahan
cukup luas. “Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah yang semakin
menggunung. Dan Badan Lingkungan Hidup sudah mendukung. Tinggal
bagaimana sebenarnya eksekutif bisa mengambil sikap. Apa menunggu korban
dulu, baru ada langkah,” keluhnya.
Sumber : radarmagetan.wordpress.com