Penggemar Bahasa
HIDUP di lingkungan multietnik membuat Sufyanto
lebih memahami budaya dan juga bahasa. Pria yang sekarang menggejar
gelar Doctor di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengaku cinta
bahasa sejak kecil.
Kecintaannya akan bahasa
tak lepas dari budaya masyarakat Mandailing Provinsi Sumatra Utara.
Tradisi masyarakat yang gemar berbalas pantun membuat dirinya juga lihai
dalam membuat tulisan mendayu-dayu tersebut. “Saya sangat suka dengan
bahasa,” ujarnya.
Ya! Sufyanto memang lahir di
Ngemplak, Magetan. Namun masa kecil hingga beranjak dewasa lebih banyak
dia habiskan di Mandailing bersama kedua orangtuanya. Diceritakannya,
di Mandailing tradisi berbalas pantun tidak hanya dipakai sebagai sebuah
kebiasaan saja. Seorang anak diukur kecerdasaannya dari bagaimana anak
tersebut mahir membalas pantun. Semakin dia lihai berbalas pantun maka
semakin cerdaslah anak tersebut.
“Dari situlah saya mencintai bahasa,” tandasnya.
Masa
kecilnya yang susah tidak membuatnya minder. Dia justru bangga hidup di
lingkungan multikultural. Baginya hidup di tengah-tengah masyarakat
yang bhineka membuatnya lebih kaya dalam berbagai hal. “Desa saya
multikultural, dan saya bangga dengan hal tersebut,” ujarnya.
Selanjutnya, dia kemudian memutuskan untuk kembali ke Jawa Timur meneruskan studi. Saking besarnya hasrat untuk melanjutkan studi, dirinya terpaksa membohongi orangtuanya.
Sufyanto
mengatakan pada kedua orangtuanya bahwa dia pergi ke Jawa untuk
bekerja. Namun ternyata pria kelahiran 1975 itu meneruskan studi di
Institut Agama Islam Negri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya pada tahun 1996.
“Orangtua tahu kalau saya kuliah ketika sudah semester 5,” pungkasnya.*
Sumber : Surabayapost.co.id
Tidak ada komentar