Dahlan Iskan: Pencairan Pensiun BUMN di Dapenbun
MAGETAN – Kunjungan ”pulang kampung” Menteri BUMN
Dahlan Iskan ke Ponpes Sabilil Mutaqien (PSM), Takeran, kemarin (14/7)
menjadi arena curhat sejumlah pensiunan karyawan BUMN. Mereka
mengeluhkan minimnya tunjangan pensiun yang diterima setiap awal bulan
tersebut. Rata-rata pensiunan yang sudah mengabdi lebih dari 20 tahun
cuma mengantongi Rp 300-400 ribu per bulan. “Pensiunan kami kalah dengan
laju inflasi. Sejak dulu belum ada kenaikan yang signifikan,’’ ujar
Muhammad Kurmen pensiunan PG Redjosari Kawedanan.
Kurmen menjelaskan, masalah minimnya penerimaan pensiunan ini masih
dalam pembahasan jajaran direksi BUMN dan Dana Pensiun Perkebunan
(Dapenbun) Indonesia. Mereka menginginkan Dahlan ikut mendorong lembaga
yang berkompeten mengurai persoalan yang sudah menahun itu. Dengan
begitu, nasib pensiunan tidak terlunta-lunta lagi. ‘’Kami meminta pak
Dahlan bisa mencarikan solusi terbaik untuk kami,’’ ungkapnya.
Masalan pensiunan memang sempat menjadi pro kontra
di Kementerian BUMN. Anggaran yang dibayarkan bisa membebani keuangan
badan usaha pelat merah tersebut. Mengingat jumlah pensiunan terus
membengkak dari tahun ke tahun. ‘’Era BUMN dulu dengan sekarang sudah
berbeda. Sejak dipegang pak Dahlan ini, BUMN bisa berkembang pesat.
Manajemen bisa tertata rapi,’’ tuturnya.
Dahlan Iskan di hadapan keluarga besar PSM dan
jajaran direksi BUMN menjelaskan, tanggung jawab pencairan pensiunan
sepenuhnya berada di Dapenbun. Para pensiunan yang merasa dirugikan
dengan mekanisme pembayaran pensiun bisa langsung mengadu ke Dapenbun.
‘’Saya meminta para pensiunan tidak ngrusuhi para
direksi BUMN. Biarkan mereka (jajaran direksi, Red) mengembangkan
perusahaannya masing-masing,’’ tegas Dahlan.
Dahlan menegaskan, pihaknya sudah merombak
mekanisme yang mengatur masalah pensiun karyawan BUMN. Kebijakan yang
cukup menjanjikan itu belum bisa dinikmati karyawan dalam waktu dekat.
Mengingat, masih terbelit dengan aturan lama yang juga tak kalah
rumitnya. ‘’Mungkin baru bisa dirasakan 10 tahun ke depan. Kalau tidak
dipikirkan matang-matang, BUMN bisa bangkrut. Sebab orang sekarang
inginnya waktu bekerja di BUMN, tapi saat pensiun seperti PNS,’’
terangnya.
Mantan CEO Jawa Pos Group itu mencontohkan dana
pensiun yang mencapai Rp 6 triliun di PLN. Besarnya anggaran itu harus
dibarengi dengan manajemen yang profesional. Sehingga ke depannya tidak
menimbulkan persoalan baru. ‘’Kalau pengelolaan bisa maksimal tentu akan
berdampak positif bagi perusahaan bersangkutan,’’ tandas menteri yang 8
Juli lalu mendapat anugerah doktor kehormatan dari IAIN Walisongo,
Semarang ini.
Sumber: jambi-independent.co.id
Tidak ada komentar